Kuninganglobal.com – – Pendidikan adalah kebutuhan setiap individu, dengan pendidikan manusia bisa menjalankan peran dan fungsinya dikehidupan. Kita bisa meraih cita-cita salahsatunya adalah lewat pendidikan. Bahkan dalam sebuah hadits diriwayatkan “siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju syurga” (HR. Muslim, no.2699).
Berbicara tentang pendidikan, di negara Indonesia sendiri pendidikan pasti dikaitkan dengan kurikulum pembelajaran, model pembelajaran, media pembelajaran, dan lain-lain. Demi menghasilkan pendidikan yang unggul pemerintah terus berupaya memberlakukan kurikulum terbaik disekolah,evaluasi kurikulum terus dilakukan tak heran jika Indonesia telah berkali-kali mengubah sistem kurikulumnya.
Tak hanya kurikulum, negara kita juga memperhatikan aspek lain untuk tercapainya pendidikan yang unggul seperti model pembelajaran dan media pembelajaran.
Saat dibangku perkuliahan seorang calon pendidik banyak dijejali oleh materi-materi yang berkaitan dengan model pembelajaran dan media pembelajaran. Semua itu dilakukan dengan harapan agar negara mampu menciptakan tenaga pendidik yang profesional, yang nantinya guru tersebut juga dapat melahirkan insan terpelajar dengan begitu pendidikan yang unggul pun akan mudah tercapai.
Tapi apalah daya, kenyataan tak sesuai harapan. Semua cara telah ditunaikan demi pedidikan unggul dapat tersematkan. Namun lagi-lagi permasalahan pendidikan tetap tidak dapat ter-elakkan. Seperti kasus yang terjadi beberapa waktu kebelakang, banyak sekali kasus pelecehan seskual yang justru dilakukan oleh tenaga pendidik terhadap siswanya.
Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu kini berubah menjadi tempat yang memilukan bagi para korban. Ilmu yang seharusnya menjadikan manusia itu mulia, kini malah disoroti sebagai perusak generasi. Lalu apa yang salah dari semua ini ? apa yang seharusnya diterapkan agar pendidikan unggul bisa tertunaikan ?
Ketika saya membaca buku yang berjudul “Ibunda para pengubah wajah dunia” yang ditulis oleh Syekh Ahmad Al-Jauhari Abdul Jawwad. Saya merasa kagum ketika membaca beberapa kisah para imam terdahulu yang begitu legowo dalam menuntut ilmu. Seperti Sufyan Ats-Tsauri beliau adalah seorang ahli fikih yang cerdas dan seorang ahli hadits yang menguasai sunah.
Beliau telah mencapai prestasi teratas dalam dua hal ini. Beliau telah menjadi imam mazhab fikih yang dikenal dengan mazhab Ats-Tsauri atau mazhab Sufyan. Beliau pun mempunyai teman dan para pengikut yang bermazhab dengan mazhab beliau, mengikuti pendapat beliau. Mazhab beliau masih masyhur hingga mendekati abad ke-8 H.
Sufyan Ats-Tsauri merupakan sosok yang mempunyai keinginan menyala-nyala untuk menuntut ilmu hal tersebut tidak terlepas dari peran orangtuanya, sebagaimana yang diriwayatkan bahwa ibunda Sufyan pernah berkata “Pergilah! Carilah ilmu! Aku akan menanggung kebutuhanmu dengan alat tenunku ini. Jika kamu telah mencatat beberapa hadits, maka lihatlah apakah kamu mendapati peningkatan pada dirimu. Jika ya, maka lanjutkanlah. Jika tidak, maka jangan lagi ikut denganku.”
Maa syaa Allah, luar biasa sekali bukan sikap yang ditunjukkan oleh para sholihin terdahulu. Mereka menempatkan ilmu pada urutan tertinggi melebihi harta dan tahta. Menjadikannya sebagai kebutuhan yang harus benar ditanamkan pada diri, janganlah seperti unta yang mati kehausan di padang gersang, padahal ia memikul air diatas punggungnya.
Selain Sufyan Ats-Tsauri ada juga kisah Malik bin Anas yang tak kalah hebat dalam hal menuntut ilmu. Malik bin Anas adalah sosok yang sangat menghargai ilmu,beliau akan mengutamakan adab sebelum ilmu. Hal itu terbukti dengan ungkapannya yang berkata, “dulu saat ibu memakaikan surbanku, ia berkata kepadaku, ‘pergilah, temui Rabi’ah belajarlah kepadanya adab sebelum kamu mempelajari ilmunya!’ “.
Penampilannya itu kemudian menjadi kebiasaan Malik bin Anas dalam semua aspek kehidupannya. Jika beliau hendak keluar untuk membacakan hadits kepada para muridnya, maka beliau akan berwudhu seperti wudhu untuk shalat, lalu memakai pakaian terbaik, mengenakan sorban, dan menyisir jenggotnya.Beliau pernah ditanya tentang penampilannya itu. Beliau menjawab “dengan cara ini aku ingin menghormati hadits Rasulullah”.
Dari kisah Sufyan Ats-Tsauri dan Malik bin Anas dapat disimpulkan jika keberhasilan para imam terdahulu adalah bersebab mereka yang sangat memuliakan ilmu, menerapkan ilmu yang didapat dikehidupan sehari-harinya, juga mendahulukan adab sebelum ilmu. Nah, sekarang kita kaitkan dengan pendidikan saat ini. Mengapa pendidikan di negara kita masih jauh dari pendidikan yang unggul? Hal itu disebabkan karena setiap individunya tidak menerapkan aspek keberhasilan menuntut ilmu seperti yang sudah disebutkan tadi.
Bagai padi yang semakin berisi akan semakin menunduk, begitu seharusnya sikap penuntut ilmu sejati. Ilmu seharusnya menjadikan lisan manusia itu terjaga, juga membentuk tingkah laku dan perangai yang baik. Namun yang terjadi justru malah sebaliknya, manusia menjadikan ilmu sebagai alat untuk melangit juga saling unjuk diri, menjadikan ilmu sebagai alat provokasi yang menuai perpecahan.
Jika tiap individunya tidak memahami tiga aspek tadi maka akan sampai keterpurukkan ini terjadi. Karena ini bukan masalah kurikulum ataupun aspek lainnya, akan tetapi ini tentang bagaimana mindset tiap individu itu sendiri yang berpengaruh. Percumah jika kurikulum yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah dimana itu adalah hasil dari pemikiran yang konfleks tetapi para pendidiknya tidak memiliki mindset yang hebat.
Maka dari itu kita sebagai mahasiswa terlebih sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam sudah seharusnya menjadi pionir perubahan yang dapat memperbaiki pendidikan, tentunya dengan mengikuti jejak para imam terdahulu dalam semangat dan kecintaannya pada ilmu.
Yakin Usaha Sampai !
Oleh : Fafat Siti Fatimah, Pengurus Komisariat Abdul Malik Fadjar HMI Cabang Kuningan