Kuninganglobal.com — Adanya pandangan negatif publik terhadap perempuan, ditandai dengan kentalnya arus kultur patriarki di negeri ini. Kelahiran bayi perempuan dari rahim ibunya merupakan suatu musibah dan bencana, sebaliknya kelahiran bayi laki-laki dianggap sebuah anugerah kebanggaan dan kemuliaan bagi keluarga. Perspektif ini terjadi pada masyarakat kuno. Namun seiring perkembangan zaman, perspektif negatif seperti itu lambat laun menghilang.
Banyaknya bukti kehebatan perempuan dalam kehidupan, salah satunya dengan mendirikan sebuah organisasi-organisasi perempuan. Ada Wanita Utomo, Wanita Taman Siswa, Puteri Indonesia, Aisyah (Organisasi Perempuan Muhammadiyah). Dalam organisasi kemahasiswaan perempuan senantiasa berperan aktif, baik itu di tataran organisasi intra kampus maupun ekstra kampus. Organisasi ekstra kampus ini meliputi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Korps HMI-Wati atau dikenal dengan nama KOHATI merupakan suatu wadah yang menaungi pergerakan perempuan yang telah mengikuti organisasi HMI. Kohati memiliki peran lebih karena tidak hanya fokus terhadap HMI tetapi fokus kepada perjuangan perempuan. Anggota Kohati berjumlah banyak dan tersebar di berbagai daerah sampai ke pelosok Indonesia harus dimanfaatkan sebagai basis kader bangsa yang maju dan bersaing dan tetap stand pada kejatidirian bangsa bukan budaya baru yang teradopsi secara serampangan. Begitu juga dengan Kohati di Komisariat Abdul Malik Fadjar.
Mentalitas Kohati Komisariat Abdul Malik Fadjar, memiliki dua tipe karakter. Tipe karakter pertama adalah identitas yang mengacu pada karakter feminim (karakter yang terbentuk oleh masyarakat dalam budaya patriarki). Tipe karakter kedua yakni androgini (karakter yang dibentuk sebagai wacana feminis dengan mendekonstruksi dan mengacaukan batas bineritas yang memisahkan antara feminim dan maskulin).
Kohati Komisariat Abdul Malik Fadjar sudah semestinya memaksimalkan alternatif-alternatif yang ada baik itu di tataran Kohati maupun HMI itu sendiri, sudah seharusnya pula Kohati HMI Komisariat Abdul Malik Fadjar memiliki kesadaran yang utuh dalam menganyam perkaderan secara berjenjang sampai kemudian menyandang gelar kader paripurna. Karena Perkaderan merupakan tonggak penting, melalui perkaderan inilah kita dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan, menambah relasi.
Perkaderan yang diberikan kepada perempuan pula memungkinkan menjadi seseorang yang lebih mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain secara pasif. Karena baginya perempuan berdaya adalah mereka yang memiliki wawasan luas dan bisa menghadapi permasalahan.
Perempuan berdaya semestinya mempunyai pilihan dalam hidupnya. Perempuan harus mampu memanfaatkan peluang-peluang yang tersedia bagi dirinya secara baik. Maka dari itu seluruh HMI-Wati Komisariat Abdul Malik Fadjar wajib menguasai ilmu Agama apalagi dengan background kampus Muhammadiyah, IPTEK serta keterampilan yang tinggi dan yang tidak kalah penting adalah kesemuanya itu harus turut serta dibarengi dengan khasanah keilmuan yang menyangkut dengan fitrahnya. Dengan begitu Kohati Komisariat Abdul Malik Fadjar menjadi Kontributor Pembaharu yang mampu memainkan peran strategis dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. (**)
Bahagia HMI
Jayalah KOHATI
Tulisan ini dibuat dari Jurnal yang berjudul “Perspektif Kohati Sebagai Kontributor Pembaharu”. Penulis Isrofin Mulyaningrum (Mahasiswa PGSD Semester 5 dan Aktif diorganisasi HMI Komisariat Abdul Malik Fadjar Cabang Kuningan)
Penulis : Prima Salman Hafizh Hibatullah (Mahasiswa PJKR Semester 7 dan Aktif diorganisasi HMI Komisariat Abdul Malik Fadjar Cabang Kuningan)