Mahasiswa PBSD STKIPMKu Lakukan Kunjungan ke Tempat Pengrajin Alat Musik Tradisional, Angklung Buncis

jabarglobal.comSebanyak sepuluh mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Kuningan telah melakukan kunjungan ke tempat pengrajin alat musik tradisional, Angklung Buncis. Dalam rangka studi lapangan ini, mereka melakukan wawancara dengan Mang Kundang, seorang pelatih, pemain angklung, dan penyelenggara pagelaran angklung di Paseban. Hasil wawancara ini memberikan wawasan yang berharga tentang seni tradisional Angklung Buncis.

Seni Tradisional Angklung Buncis: Akar Sejarah dan Maknanya

Angklung Buncis adalah sebuah pertunjukan seni tradisional yang memiliki akar sejarah yang dalam. Seni ini diciptakan pada tahun 1969 oleh Pangeran Djatikusumah, pendiri kesenian Lingkung Purwa Wirahma. Alat musik angklung buncis terbuat dari bambu dan merupakan ciri khas Jawa Barat, terutama di daerah agraris. Sejak dahulu, angklung buncis dianggap sakral karena menjadi bagian dari ritual penghormatan padi.

Pangeran Djatikusumah, yang juga merupakan ketua adat komunitas Sunda Wiwitan di Cigugur, Jawa Barat, memberi nama seni ini “angklung buncis” karena salah satu lagu yang dimainkan memiliki lirik “cis kacang buncis nyengcle…”. Di Cigugur, produksi Angklung Buncis dimulai sejak awal tahun 1970-an.

Alat musik angklung buncis terbuat dari bambu (awi) dan menghasilkan suara unik. Bambu digunakan untuk berkreasi dalam bentuk angklung, rengkong, karinding, serta suling. Suara-suara yang dihasilkan menciptakan harmoni musik akustik dari bambu, baik melalui tiupan, pukulan, gesekan, getaran, dan lainnya.

Angklung Buncis dalam Ritual dan Tradisi

Pertunjukan angklung buncis merupakan bagian dari upacara penghormatan padi (Nyi Pohaci Sanghyang Sri atau Dewi Sri) dan merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat saat panen tiba. Tradisi ini masih berlangsung di masyarakat adat Cigugur, Kuningan.

Baca Juga:  Bentuk Growth Mindset, 505 Maba UM Kuningan Ikuti Mastamaru

Angklung buncis dianggap sebagai bagian dari Pikukuh Tilu, inti ajaran Sunda Wiwitan. Bambu (awi) juga memiliki makna filosofis yang tinggi dalam budaya Sunda, selain kegunaannya yang luas, bambu juga memiliki makna “sadar kana Asal Wiwitan” (asal kesejatian).

Setiap gerakan dalam pertunjukan Angklung Buncis memiliki makna mendalam yang mencerminkan dinamika kehidupan. Masyarakat Cigugur menggelar seni ini dalam upacara adat seren taun, yang merupakan acara syukuran masyarakat agraris Sunda sebelum panen. Angklung buncis juga digunakan sebagai media dalam berbagai ritual, termasuk saat peristiwa penting seperti tsunami Aceh dan masa reformasi.

Angklung Buncis sebagai Warisan Budaya dan Simbol Kebudayaan Sunda Wiwitan

Angklung buncis adalah sebuah warisan budaya berharga yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat adat Cigugur. Seni ini juga telah menjadi bagian dari berbagai acara nasional, seperti festival di Taman Mini Indonesia Indah dan festival di Jakarta.

Melestarikan dan Mempromosikan Seni Tradisional Angklung Buncis

Kunjungan mahasiswa STKIP Muhammadiyah Kuningan ke Angklung Buncis memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang seni tradisional ini dan sejarahnya yang kaya. Hal ini juga merupakan upaya untuk mempromosikan dan melestarikan budaya tradisional Indonesia yang berharga.

Penulis: Andi Susnandi, Mahasiswa PBSD Semester 7

Editor: Deliya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *