Mina Chapter1
Karya : Ria Nanda Lalita
Aku mendekap lembaran kertas dengan nilai yang cukup memuaskan untuk dibanggakan.Menunggu Ibu yang sedang mengobrol melalui teleponnya di ruang tamu, entah dengan siapa, raut wajahnya begitu cerah dan sesekali tersipu malu.
Ibu menutup teleponnya kemudian berjalan menghampiriku, terbesit rasa ragu di hatiku tetapi secepat mungkin kutepis. Kemudian memasang senyum selebar mungkin.
“Ibu, lihat—“
“Ibu akan pergi menemui seseorang. Kau jaga rumah baik-baik, ya!” ucapnya kemudian melenggang tergesa menuju kamar tanpa menanyakan kalimat yang sempat terpotong olehnya.
Darahku berdesir, sakit sekali. Ini bukan pertama kalinya ibu bersikap acuh padaku. Setahun setelah kepergian ayah, sikapnya berubah. Tak lagi memerhatikanku, yang terpenting aku ada dalam pandangannya saja sudah.
Aku kembali ke kamar yang letaknya berada di lantai dua. Menatap sendu kertas-kertas yang tak dilirik sama sekali, lalu menyimpannya di atas meja belajar. Aku merebahkan diri di pembaringan, menatap langit-langit kamar yang tampak lebih menyenangkan untuk dipandang, barangkali bisa menyerap nestapa dalam dada.
Sampai malam pun datang, aku belum mendapati ibu di dalam rumah. Rumah yang cukup besar namun terasa sepi untuk dua orang saja. Dalam keadaan seperti ini tak jarang aku merindukan kehadiran ayah, beliau yang amat mengerti aku. Menatap bosan acara di televisi, sampai suara mesin mobil menyentakku. Aku beranjak dari sofa, lalu mengintip kecil ke luar jendela.
Mataku membulat sempurna, saat seorang priajangkung tengah membukakan pintu mobil yang dinaiki oleh ibu. Aku bergegas kembali ke posisi semula, berpura-pura tak melihat kejadian tadi. Samar aku mendengar suara ibu yang sesekali tertawa kecil.
“Mina … Ibu pulang, Sayang!”
Aku beranjak dari sofa, dan menghampiri ibu. Namun, aku tak mendapati pria yang bersamanya tadi. Kucium punggung tangannya, sampai suara bariton memanggil nama ibu membuatku mendongak.
Sekujur tubuhku seketika menegang saat mendapati pria di samping ibuku ini.
“Mina, tolong siapkan minum untuk tamu kita ini.” Aku menatap binar di kedua matanya yang bulat itu.
Aku mengangguk, kemudian pergi menuju dapur untuk menyiapkan beberapa camilan. Setelah itu aku menyimpan dua gelas teh bersama camilan ke atas meja. Lalu Ibu menyuruhku duduk di sampingnya.
“Ibu akan menikah dengannya,” ucap Ibu tanpa basa-basi.
Aku amat terkejut dengan pengakuannya, sontak menatap pria yang berada di hadapanku, dia melempar seringai kecil ke arahku.
“Me-nikah?” tanyaku tak percaya yang dijawab anggukan antuasian dari Ibuku.
“Tapi, Bu. Dia itu—“
“Kami akan menikah satu minggu lagi,” potong pria itu, pernyataan yang di sampaikannya membuatku terkejut.
Pelupuk mataku berair, aku menatap wajah ibu dan menggenggam tangannya. Aku menggeleng kecil. Kuharap dia mengerti dengan tatapan yang kuberikan padanya. Ibu mengusap pundakku, bibirnya menggumamkan kalimat ‘jangan khawatir’. Kupikir dia dapat membaca ketakutan di mataku, sebisa mungkin agar air mata ini tak meluncur, aku menatapnya dengan sangat kecewa. Aku beranjak dari sana dan bergegas pergi menuju kamar.
~oOo~
Untuk Chapter2, silahkan baca disini.