Kuninganglobal – Di tengah arus globalisasi yang kian deras, upaya pelestarian seni tradisional tidak pernah mudah. Namun, Lembaga Pelatihan dan Keterampilan (LPK) Sanggar Seni Astagiri Kuningan hadir sebagai ruang bagi generasi muda untuk tetap terhubung dengan akar budaya mereka.
Didirikan secara resmi pada 2015, Astagiri sebenarnya telah dirintis sejak 2013 oleh Fahmi Rakhman, M.Pd., yang saat itu masih menjadi dosen di STKIP Muhammadiyah Kuningan—sekarang Universitas Muhammadiyah Kuningan. Sanggar ini awalnya bertujuan untuk memfasilitasi mahasiswa dalam bidang kesenian. Kini, cakupannya semakin luas, tidak hanya untuk akademisi, tetapi juga masyarakat umum yang ingin belajar dan melestarikan seni tradisi.
Astagiri menawarkan berbagai pelatihan seni, mulai dari tari dasar, tari tradisional Jawa Barat, musik tradisi seperti gamelan, kacapi, tembang, kawih hingga pupuh. Seiring perkembangannya, mereka juga membuka divisi event organizing untuk mendukung berbagai kegiatan budaya.
Andi Rohendi, M.Pd., yang kini menjabat sebagai direktur, turut memastikan bahwa sanggar ini tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga pusat pengembangan dan regenerasi seniman tradisional.
Keberadaan Astagiri mendapat perhatian publik setelah sempat diliput secara khusus oleh SCTV. Selain itu, setiap tahun sanggar ini rutin menggelar perayaan ulang tahun dengan pagelaran “Pasanggiri Jaipong Kreasi” sebagai bentuk apresiasi terhadap kesenian daerah.
Dengan instruktur yang merupakan tenaga profesional di bidangnya, Astagiri terus membuktikan komitmennya dalam menjaga kelestarian seni tradisional. Sanggar ini berlokasi di Jl. Gunung Keling Ragawacana, tepat di sebelah utara lapangan bola Gunung Keling, Kuningan.
Di tengah gempuran budaya populer, Astagiri hadir sebagai pengingat bahwa tradisi masih memiliki tempat, selama ada yang bersedia merawatnya. (Gun)